Dalam dekade ini, perlombaan global untuk menguasai kecerdasan buatan (AI) telah menjadi isu utama di panggung internasional. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, Arab Saudi, dan negara-negara Eropa kini terlibat dalam persaingan sengit untuk menguasai teknologi yang dianggap sebagai kunci dominasi masa depan.
Amerika Serikat: Inovator yang Mengatur
Amerika Serikat tetap menjadi pelopor dalam pengembangan AI berkat lingkungan yang mendukung inovasi. Tidak seperti China yang terpusat, AS mengandalkan sektor swasta untuk memimpin kemajuan teknologi. Namun, pemerintah AS tidak tinggal diam; mereka mengalokasikan dana besar untuk memperkuat produksi chip domestik guna mengurangi ketergantungan pada Taiwan, sambil menerapkan strategi proteksionis dengan membatasi ekspor teknologi AI ke negara-negara seperti China dan Rusia.
China: Kemandirian Melalui Investasi Besar
Sementara itu, China mengikuti strategi yang lebih terpusat. Dengan investasi sekitar $300 miliar, China berusaha membangun rantai pasokan chip domestik dan memperkuat pengembangan AI lokal. Pemerintah Tiongkok memobilisasi dana swasta dan publik untuk mendukung berbagai proyek teknologi strategis. Inisiatif ini bertujuan untuk membuat AI menjadi bagian integral dari penelitian sains dan teknologi mereka, termasuk dalam pengembangan obat dan biologi.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab: Membangun Kekuatan dari Kekayaan Baru
Negara-negara Teluk, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, memanfaatkan kekayaan minyak mereka untuk berinvestasi dalam teknologi AI. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, mereka berfokus pada pengembangan infrastruktur dan pendidikan AI. Abu Dhabi, misalnya, memperkenalkan AI71 dan mempopulerkan model Falcon sebagai saingan bagi OpenAI. Negara-negara ini tidak hanya berinvestasi dalam teknologi tetapi juga dalam menarik talenta global untuk mempercepat kemajuan AI mereka.
Eropa: Terbuka namun Terhambat
Di Eropa, meskipun terdapat banyak inisiatif untuk mengembangkan AI, negara-negara seperti Prancis dan Jerman menghadapi tantangan terkait regulasi dan proteksi industri lokal. Prancis memuji Mistral, perusahaan AI yang mengumpulkan dana besar, sementara Jerman dan Inggris juga berinvestasi signifikan dalam teknologi AI dan superkomputer. Namun, regulasi yang ketat terkait perlindungan data dan kebijakan AI Act dapat menghambat pertumbuhan sektor ini di Eropa.
India: Muncul dengan Pendekatan Lokal
India juga ambil bagian dalam perlombaan ini dengan pengembangan AI berbahasa lokal. Startup seperti Crew Trim dan Sarvam berusaha menciptakan model AI yang mencerminkan budaya India. Negara ini berfokus pada insentif untuk produksi semi-konduktor dan pembangunan pusat data, dengan pendekatan yang lebih terbuka terhadap akses data dibandingkan dengan Amerika dan China.
Indonesia: Menunggu Momentum
Di tengah persaingan global, Indonesia masih berada pada posisi menunggu. Untuk dapat bersaing, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan kolaborasi internasional dan transfer teknologi. Dengan kekayaan sumber daya manusia dan komitmen terhadap inovasi, Indonesia memiliki potensi untuk memanfaatkan AI dalam mempercepat kemajuan teknologi lokal.
Perang dominasi AI ini menunjukkan bagaimana negara-negara besar memperebutkan pengaruh global melalui teknologi. Amerika Serikat dan China memimpin dengan pendekatan yang berbeda, sementara negara-negara Teluk dan Eropa juga berusaha memperkuat posisi mereka. Sementara itu, Indonesia berada dalam posisi strategis untuk memanfaatkan peluang ini dengan pendekatan yang sesuai dengan kekuatan domestiknya. Di era baru ini, AI tidak hanya menjadi alat, tetapi simbol kekuatan dan pengaruh global.